Selasa, 01 Mei 2012


makalah IUFD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Kehamilan merupakan suatu kejadian yang selalu ditunggu-tunggu oleh pasangan suami-istri. Saat ini, pada umumnya seorang ibu sudah mengerti bagaimana seharusnya ia lebih menjaga kondisi tubuh demi kelancaran kehamilan dan perkembangan janin dalam kandungannya. Meskipun demikian, hal-hal yang dapat mengganggu proses kehamilan masih saja tidak dapat dihindari. Salah satunya adalah kematian janin dalam rahim.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim. Di Negara maju dengan sistem kesehatan yang telah mapan, kematian akibat kelainnan congenital merupakan kasus yang menonjol, sedangkan dinegara yang sedang berkembang ada banyak factor penyebab yang menonjol seperti infeksi, asuhan antenatal yang tidak prima, status ekonomi yang rendah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Defenisi kematian janin menurut World Health Organization (WHO) dan American College of Obtetricians and Gynecologists telah merekomendasikan bahwa kematian janin adalah kematian pada usia kehamilan 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih. Sedangkan menurut WHO Expert Committee on the Prevention of Perinatal Morbidity and Mortality ( 19709 ) menganjurkan agar dalam perhitungan statistik yang dianamakan kematian janin ialah kematian janin yang pada waktu lahir berat badannya di atas 1000 gram.

1.1.1        Rumusan Masalah
                   Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka kami mendapat beberapa permasalahan yang akan kami uraikan antara lain sebagai berikut :
a.       Apakah definisi dari IUFD?
b.      Bagaimana etiologi IUFD
c.       Bagaimana Epidemiologi IUFD?
d.      Bagaimana manifestasi klinis IUFD?
e.       Apa saja factor resiko IUFD?
f.       Bagaimana patofisiologi IUFD?
g.      Bagaimana penekakkan diagnosis IUFD?
h.      Bagaimana penatalaksanaan IUFD?

1.1.2        Tujuan Umum
 Adapun tujuan umum dibuatnya makalah ini adalah untuk dapat memaparkan dan menjelaskan intra uterin fetal deat.
1.1.3        Tujuan Khusus
                  Setelah kami paparkan tujuan umum kami membuat makalah ini juga mempunyai tujuan khusus yang hendak kami capai adalah untuk mengetahui dan memahami  serta kami dapat mengimplementasikan ilmu promosi kesehatan . Untuk pengetahuan kami dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.



1.1.5 Manfaat Penulisan
          Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa guna menambah wawasan mengenai makalah ini, juga untuk penilaian untuk dosen Pembina untuk dapat menilai kami baik dari segi pengetahuan maupun dari segi tanggung jawab kami, serta untuk menjadi bahan bacaan di perpustakaan untuk intitusi stikes bali ini.
















BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
- Kematian janin dalam kandungan disebut Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. Jika terjadi pada trimester pertama disebut keguguran atau abortus.
- Ada juga pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas.

• Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas

B. Etiologi
1. Fetal, penyebab 25-40%
• Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus, kelainan jantung congenital
• Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
• Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
• Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan -apalagi hanya pada satu arah saja- bisa mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.
• Infeksi janin oleh bakteri dan virus
2. Placental, penyebab 25-35%
• Abruption
• Kerusakan tali pusat
• Infark plasenta
• Infeksi plasenta dan selaput ketuban
• Intrapartum asphyxia
• Plasenta Previa
• Twin to twin transfusion S
• Chrioamnionitis
• Perdarahan janin ke ibu
• Solusio plasenta
3. Maternal, penyebab 5-10%
• Antiphospholipid antibody
• DM
• Hipertensi
• Trauma
• Abnormal labor
• Sepsis
• Acidosis/ Hypoxia
• Ruptur uterus
• Postterm pregnancy
• Obat-obat
• Thrombophilia
• Cyanotic heart disease
• Epilepsy
• Anemia berat
• Kehamilan lewat waktu (postterm)
Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.
4. Sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan.Kesulitan dalam memperkirakan kausa kematian janin tampaknya paling besar pada janin preterm.


C. Epidemiologi
4.5/ 1000 total births
Gestation (weeks) Mean incidence fetal death (percent)
5-7 17.5

8-11 50.6

12-15 47.0

16-19 32.8

20-27 10.7

Total 5-27 3.0


D. Manifestasi Klinis
• DJJ tidak terdengar
• Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
• Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa
• Palpasi anak menjadi tidak jelas
• Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari
● Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%.

E. Faktor Resiko
1. Status sosial ekonomi rendah
2. Tingkat pendidikan ibu yang rendah
3. Usia ibu >30 tahun atau <20 tahun
4. Partias pertama dan partias kelima atau lebih
5. Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
6. Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan ibu yang inadekuat
7. Riwayat kehamilan dengan komplikasi medik atau obstetrik

F. Patofisiologi dan Patogenesis
• Patologi
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan sebagai berikut :
1. Rigor mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.
3. Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini berlangsung 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

• Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.



G. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis
- Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat
berkurang
- Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan
tidak seperti biasanya.
- Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
- Penurunan berat badan
- Perubahan pada payudara atau nafsu makan
b. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi
- tidak kelhiatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus
- Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
- Terhentinya perubahan payudara
• Palpasi
- Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-
gerakan janin
- Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
• Auskultasi
- baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung janin
c. Pemeriksaan Lab
- reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
- hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
d. Pemeriksaan Tambahan
- Ultrasound: - gerak anak tidak ada
- denyut jantung anak tidak ada
- tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
- X-Ray :
1. Spalding¡’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpah tindih, pencairan
otak dapat menyebabkan overlapping tulang tengkorak.
2. Nanjouk¡’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung
3. Robert¡’s sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar.
Tanda ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12 jam
4. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin

H. Penatalaksanaan
• Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim tidak usah terburu-buru bertindak, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis.
• Biasanya selama masih menunggu ini 70-90 % akan terjadi persalinan yang spontan
● Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.
● USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.
● Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam.
● Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
● Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi
● Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif.
● Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu
- Jika servik matang,lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
- Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi
- Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
● Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
- Tempatkan mesoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam
- Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.
● Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
● Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati
● Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
● Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi
• Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis. Partus belum mulai maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan induksi persalinan
• Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas.















DAFTAR PUSTAKA


ASKEP TETANUS,TETANUS NEONATORUM
A.PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.

B.ETIOLOGI

Sering kali tempat masuk kuman sulit diketahui tetapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan caries gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

C.PATOFISIOLOGI

Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbangan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular.
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
PROGNOSIS
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat.
D.TANDA DAN GEJALA

- Kekakuan otot, disusul dengan kesulitan membuka mulut (trismus).
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki).
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lama makin sering dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat.
- Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
Untuk memudahkannya tingkat berat penyakit dibagi :
1. Ringan : hanya trismus dan kejang lokal
2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh.

E.TEST DIAGNOSTIK

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1.Darah
Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit:K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2.Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3.EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

F.KOMPLIKASI
• Bronkopneumoni
• Asfiksia dan sianosis

G.PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. Eliminasi kuman
•Debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caries gigi.
•Antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
b. Netralisasi toksin
Toksin yang belum melekat di jaringan.Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI
c. perawatan suporatif
Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
•Nutrisi dan Cairan
- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bila perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

•Menjaga agar nafas tetap efisien
- pembersihan jalan nafas dari lendir
- pemberian zat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

•Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat seperti Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara total dan dibantu denga pernafasan mekanik (ventilator)

•Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1.Semua pakaian ketat dibuka
2.Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.Usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
4.Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen


H.ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN
a. Data subyektif
1.Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2.Keluhan utama kejang
3.Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4.Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan caries gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5.Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6.Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7.Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Pola nutrisi
•Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
•Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ?
•Bagaimana selera makan anak ?
•Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK:ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.
BAB:ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b. Data Obyektif
1.Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2.Pemeriksaan Fisik
•Kepala dan Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
•Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
•Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
•Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
•Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
•Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynusitis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
•Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
•Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
•Thorax
Pada insfeksi: amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ?
Pada auskultasi,:adakah suara napas tambahan ?
•Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
•Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
•Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
•Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
•Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1.Risiko cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
2.Risiko ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan
3.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pada jalan nafas.
4.Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi.
5.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin


DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
http://ners-nerskeperawatan.blogspot.com/2011/05/askep-tetanustetanus-neonatorum.html

KLB (Kejadian Luar Biasa) / WABAH
Definisi KLB :
Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB:
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
PENYAKIT-PENYAKIT BERPOTENSI WABAH/KLB :
1.Penyakit Karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever
2.Penyakit potensi wabah/KLB yng menjalar dalam waktu cepat/mempu-
nyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/elimi-
nasi dan memerlukan tindakan segera : DHF,Campak,Rabies, Tetanus
neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.
3.Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting :
Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,
Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.
4.Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,
tetapi masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis,
Gonorrhoe, Filariasis, dll


Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 _Penyakit potensial wabah:
1. Kholera
2. Pes
3. Demam Kuning
4. Demam Bolak-balik
5. Tifus Bercak wabah
6. DBD
7. Campak
8. Polio
9. Difteri
10. Pertusis
11. Rabies
12. Malaria
13. Influenza
14. Hepatitis
15. Tifus Perut
16. Meningitis
17. Ensefalitis
18. Antraks
Batasan KLB meliputi arti yang luas:
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah
penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus
sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan
penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu
(yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit
tersebut sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat
dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun, desa, kecamatan, kabupaten
atau meluas satu propinsi dan negara.Luasnya daerah sangat tergantung dari
cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB
dapat terjadi dalam beberapa jam,beberapa hari atau minggu atau
beberapa bulan maupun tahun.

KRITERIA KERJA KLB
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yg sebelumnya tdk ada atau tdk dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
    berturut-turut menurut jenis penyakitnya
3. Peningkatan kejadian/kematian 2 x dibandingkan dg periode sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dl satu bulan menunjukkan kenaikan 2 x bila    dibandingkan dg angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2 x
dibandingkan angka rata-rata per bulandari tahun sebelumnya
6. CFR suatu penyakit dl suatu kurun waktu tertentu menunjukkkan kenaikan 50% atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya
7. Proporsional Rate penderita baru dr suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 x dibandingkan periode yg sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya
8. Beberapa penyakit khusus: Kholera, DHF/DSS:
a. Setiap peningkatan kasus dr periode sebelumnya (pd daerah endemis)
b. Terdapat satu/lebih penderita baru dimana pd periode 4 minggu sebelumnya daerah tsb dinyatakan bebas dari penyakit tsb
9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita:
a. Keracunan makanan
b. Keracunan pestisida


TIGA SIFAT UTAMA ASPEK PENULARAN PENYAKIT DARI ORANG KE
ORANG.
1. Waktu Generasi (Generation Time)
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa
kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan.
Perbedaan masa tunas denga wakru generasi yaitu Masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, waktu generasi ialah waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk menularkan kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik atau terselubung.
2. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di
masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.
Wabah terjadi karena 2 keadaan :
Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam populasi tersebut.
Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb.
Ex: Asrama mahasiswa/tentara.
3. Angka Serangan (Attack Rate)Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki risiko atau kerentanan terhadap penyakit tersebut.
Formula angak serangan ini adalah banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi dengan banyaknya orang yang peka dalam satu jangka waktu tertentu.
Angka serangan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat keterancamam dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga, sistem hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.

 Agar fenomena wabah / KLB dapat dicegah, maka dapat dilakukan :
a. Penanggulangan sumber pathogen :   i. Singkirkan sumber kontaminasi  ii. Hindarkan orang dari paparan iii. Inactivasi / neutralisasi pathogen iv. Isolasi atau mengobati orang yang terinfeksi
b. Memutus rantai penularan :   i. Memutus sumber lingkungan yang berpotensi
  ii. Penanggulangan transmisi vector iii. Tingkatkan sanitasi perorangan
c. Modifikasi response penjamu   i. Immunisai kelompok rentan  ii. Pemakaian chemotherapy pencegahan

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)


 By : Andi Komuneni